Selasa, 21 Juni 2016

Hari Yang Tidak Terlalu Baik


2 Minggu ini saya merasakan beberapa hari yang cukup buruk yang saya alami. Satu impian dan harapan saya dalam membantu mengobati katarak Ibu saya, gagal total. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, membawa Ibu pulang pergi Jakarta Bogor dalam kondisinya yang sudah tua. Banyak sekali uang keluar untuk check up dan pemeriksaan lainnya. Belum lagi waktu, tenaga dan pikiran. Semuanya tidak berhasil karena tekanan darah tinggi yang diidap Ibu saya tidak kunjung turun sehingga bisa dilakukan operasi.

Di rumah, saya terlibat perbedaan pendapat dan perdebatan dengan isteri saya. Sementara pekerjaan saya banyak yang terbengkalai. Saya sama sekali tidak mengupdate blog ini. Keponakan saya membuat saya kecewa karena ketidakmampuannya dalam mengelola keuangan pribadi sehingga mengakibatkan saya harus membantunya keluar dari masalah yang cukup rumit.
Belum lagi masalah lainnya yang saya hadapi dalam pekerjaan dan kegiatan sehari-hari. Sahur dan bangun tidur terlambat.

Minggu ini saya merasa saya tidak mendapatkan apa-apa.

Dalam kekecewaan, saya berpikir. Mungkin tidak selamanya hari yang anda jalani itu ideal dan ‘baik’. Saya coba berhenti sejenak dan mengambil nafas panjang..Ini hanyalah minggu yang biasa saja, minggu seperti minggu-minggu lainnya. Saya tidak memiliki kendali sepenuhnya atas apa yang terjadi di sekeliling saya.

Lalu saya melihat lebih dalam ke dalam diri saya. Saya hadapi kekecewaan itu. Memang bukan akhir yang baik dari sebuah hari atau minggu. Namun, jika saya membiarkan diri saya larut dalam kekecewaan ini, maka selamanya saya akan mengalami kekecewaan.

Saya lalu memindahkan fokus kepada waktu sekarang. Ke depan laptop saya, saya mulai fokus kepada apa yang bisa saya lakukan. Bukan menghindari kekecewaan tersebut, saya menghadapinya dan menanganinya dengan ‘lembut’. Saya membiarkan diri saya merasakan seperti apa rasa sakit dan kekecewaan itu, kesedihan karena kegagalan dalam mengobati Ibu saya.

Saya bermain-main dengan rasa sakit dan kekecewaan itu. Mengambil nafas panjang, lalu..tersenyum. Saat saya tersenyum dan mengakhiri tulisan ini, saya merasa baik-baik saja. Beberapa hari mungkin tidak selamanya baik, beberapa hari saya tidak mendapatkan apa-apa.

Barangkali anda 


Rabu, 01 Juni 2016

Melepaskan Belenggu: Mengatasi Stress


Stress adalah reaksi yang dimunculkan seseorang saat menghadapi suatu masalah. Reaksinya bisa beragam. Frustasi, rasa marah, murung, tertekan, merasa inferior dan sebagainya.

Adalah normal untuk merasa stress. Setiap kita pasti merasakan dan mengalaminya pada momen-momen tertentu dalam keseharian kita. Pekerjaan yang belum selesai, deadline yang semakin mendekat, anak yang rewel, tagihan yang belum dibayar, atau bahkan mungkin keinginan memiliki sesuatu yang belum terpenuhi. Kita semua akrab dengan hal itu.

Saat saya melatih diri untuk melakukan tafakur, meditasi setiap pagi setelah melaksanakan sholat shubuh, saya menemukan suatu hal yang sangat penting, yaitu pemahaman akan stress dan mencari akar penyebab utama dari sebuah stress.

Ternyata, salah satu penyebab utama stress adalah karena adanya KETERIKATAN antara kita dengan beberapa hal yang kita inginkan, kita harapkan atau kita rencanakan. Kita merasa tertekan saat mencoba untuk memenuhi keinginan tersebut lalu kemudian merasa frustasi saat keinginan tersebut tidak terwujud.

Kita ingin melihat seperti yang kita inginkan. Namun kenyataannya, itu tidaklah mungkin selalu terjadi.
Kita ingin orang lain berperilaku seperti yang kita inginkan, kita ingin anak kita tidak rewel, kita ingin bos kita lebih sering tersenyum, dan lain sebagainya.

Hal-hal yang mengikat dan mengekang kita. Keinginan atau apapun itu yang sifatnya membelenggu kita sesungguhnya bukan hal yang permanen.

Kita bisa melepaskan keterikatan itu. Bahkan sebuah hubungan. Sebuah pekerjaan. Sebuah tugas. Sebuah harapan..Kita bisa melepaskannya. Karena mereka fana, mereka bisa berubah, mereka tidak permanen.

Bayangkan,
Anda dan saya berenang di tengah lautan luas, sementara ombak begitu tinggi dan kuat. Anda dan saya terikat pada sebuah benda yang begitu kokoh yang ada di dekat kita. Mencoba terus memegangnya kuat-kuat dalam waktu yang lama adalah hal yang sia-sia, melelahkan dan menghabiskan enerji kita.

Sekarang bayangkan sebaliknya, tidak ada benda apapun yang harus anda pegang. Anda hanya mencoba berenang menikmatinya. Walaupun ada benda yang begitu kokoh yang bisa anda pegang, namun anda memilih untuk melepaskannya dan berenang saja. Mengalir. Mengikuti arus.

Folosofinya: Kita hanyalah setetes air, di tengah lautan yang luas. Kita hanya bisa menikmatinya, melepas keterikatan dan menjadi diri kita apa adanya.

Apa yang membuat anda stress atau tertekan hari ini?
Apa yang mengikat anda? Harapan apa yang belum terpenuhi?
Bayangkan jika anda melepaskannya, membiarkannya saja. Membayangkan anda terapung di lautan yang luas. Apa yang sekarang anda rasakan?