Selasa, 30 Agustus 2016

Bidadari Yang Pergi Selamanya









Mom, I look at you
and see a walking miracle.
Your unfailing love without limit,
your ability to soothe my every hurt,
the way you are on duty, unselfishly,
every hour, every day,
makes me so grateful
that I am yours, and you are mine.
With open arms and open heart,
with enduring patience and inner strength,
you gave so much for me,
sometimes at your expense.
You are my teacher,
my comforter, my encourager,
appreciating all, forgiving all.
Sometimes I took you for granted, Mom,
but I don’t now, and I never will again.
I know that everything I am today
relates to you and your loving care.
I gaze in wonder
as I watch you being you—
my miracle, my mother.


Hari Selasa, 16 Agustus 2016, tepat dua minggu lalu pukul 17.55 merupakan momen yang tidak akan pernah saya lupakan dalam kehidupan saya. Ibu saya tercinta akhirnya menghembuskan nafas terakhir di pangkuan saya dalam kedamaian dan ketenangan yang luar biasa.

Selama sepuluh hari ia berjuang dengan sakit yang dideritanya karena komplikasi berbagai macam penyakit mulai dari jantung, tekanan darah tinggi, diabetes dan ginjal. Suatu proses yang menyakitkan dalam sakitnya, namun berujung kedamaian pada akhirnya.

Menemani orang yang bersiap-siap melepaskan ajal, terlebih orang tersebut adalah orang terdekat dalam kehidupan kita, terasa begitu berat dan akan sulit untuk dilepaskan. Ketika nafas demin nafas terakhir dihirup, lalu untuk yang terakhir kalinya dilepaskan dengan tangan yang menggemgam erat, semua terlihat indah, menakjubkan, kerinduan yang mendalam, penyesalan, kasih sayang, semua bercampur aduk.

Ibu, selamat jalan.

Kami sekeluarga cukup kuat menerima kepergiannya, termasuk saya, saya menyadari betul bahwa jalan terbaik adalah dengan melepaskan dengan penuh keikhlasan. Hanya kepadaNya dan hanya milikNya akan kembali seutuhnya.

Sangat banyak kenangan yang saya alami dan rasakan dengan Emak. Saya sangat senang, beruntung dan bahagia tiada tara karena dalam beberapa momen dalam kehidupan kami berdua yang singkat ini, saya dan Ibu banyak melakukan hal-hal yang indah dan menyenangkan. Ada beberapa keinginan yang dia utarakan semasa hidup yang saya bisa penuhi, ada juga beberapa yang tidak. Momen paling menakjubkan adalah saat kami berdua pergi mengunjungi tanah Jawa, traveling berdua menikmati perjalanan tanpa ada perencanaan apapun sebelumnya.

Dalam kesedihan dan kedukaan, saya mengenang banyak sekali pelajaran yang Ibu berikan yang sangat menginspirasi dari kedua orang tua saya khususnya Ibu. Saat pemakaman, ratusan orang menyolatkan jenazahnya dan tamu tak henti-hentinya datang kerumah untuk berbela sungkawa dan memberikan penghormatan terakhir kepada beliau.

Human Connection

Adalah hal yang sangat menginspirasi saya. Ibu sangat dekat dengan siapapun. Dia tidak pernah memandang dari golongan apa atau dengan siapa ia bergaul dan berteman. Kenalannya begitu banyak, bahkan yang menarik, beberapa dari mereka seolah telah menjadi bagian dari keluarga kami, menjadi saudara keluarga kami.

Beribadah

Sulit untuk meniru konsistensi dan kesalehan Ibu, melaksanakan semua ibadah wajib dan sunat, meminta doa, membaca Quran dan berbuat baik kepada sesama. Ibu bukanlah seorang yang fanatik, ia sepertinya tahu, bahawa agama bukanlah untuk dibahas, tapi dilaksanakan dengan diwujudkan dengan memperlakukan orang lain dengan kebaikan dan berbagi.

Berbagi

Apapun yang ia miliki, ia selalu ingin berikan dan berbagi dengan orang-orang di sekitarnya. Mentalitas kelimpahan, bahwa ada banyak di dunia ini yang bisa dibagikan. Harta tidak akan dibawa mati, hanya kebaikan yang akan abadi.

Tidak banyak yang bisa saya tuliskan untuk menggambarkan kedukaan dan kerinduan yang saya alami. Saya hanya bisa mendoakan semoga alamarhumah ditempatkan di tempat terindah di sisi Tuhan. Saya yakin, saya akan menemuinya lagi kelak, membelai lembut rambunya, mencium tangannya dan membicarakan hal-hal konyol di sekeliling kami.

Selamat jalan Ibu,
Salam Rindu