Jumat, 09 Oktober 2015

Menghadapi Ketidakpastian dan Kekhawatiran Dengan Jalan Penerimaan


" Satu-satunya kepastian di dunia ini adalah ketidakpastian"

Minggu-minggu ini ada satu hal yang menggangu saya. Keponakan saya memutuskan berhenti dari pekerjaannya. Ia meminta bantuan saya untuk mendapatkan pekerjaan baru dengan meminta bantuan melalui tips dan trik cara mendapatkan pekerjaan dalam waktu singkat.

Agak berbeda dengan beberapa mentee yang pernah saya latih atau tangani, keponakan saya hanyalah lulusan SMA dan belum memiliki kompetensi yang baik sehingga bisa bersaing di dunia pekerjaan. 

Satu hal yang paling mengganggu saya adalah saya merasa agak sedikit kecewa dengan diri saya sendiri karena sampai saat ini saya belum bisa memberikan yang terbaik untuknya.

Keponakan saya adalah salah satu anggota keluarga yang saya perhatikan sedari kecil. Dia tumbuh bersama keluarga saya, jadi saya merasa seperti kakaknya sendiri.

Dalam prosesnya, saya memikirkan beberapa hal,

Apa yang akan terjadi dengan masa depannya? 
Bagaimana ia bisa menghadapi masa depannya? 
Apakah ia akan mampu melewati tantangan yang ada? 
Siapa yang akan membantunya? 

Sementara kedua orang tuanya bercerai dan tidak lagi memperhatikannya. 
Bagaimana ia membiayai hidupnya? 
Bagaimana nanti ia akan menikah? 
Darimana ia harus membiayai kuliah kelak?

Dalam perenungan saya, saya memikirkan satu hal, yaitu tentang hal-hal yang menjadi kekhawatiran saya dan hal-hal yang ingin saya kendalikan dalam kehidupan saya.

Ada banyak hal yang ingin kita kendalikan. Kita ingin sempurna, kita ingin semua baik-baik saja. Kita ingin jalanan tidak terlalu macet, kita ingin anak kita tidak rewel, kita ingin pasangan kita lebih memahami kita dan sebagainya.

Ternyata keinginan itu bisa menjadi salah satu sumber kegelisahan, kekhawatiran dan penderitaan kita.

Saya telah menyimpulkan, bahwa di saat kita merasa ingin mengambil kendali atas hal-hal yang terjadi di sekeliling kita, kita mulai merasa justru dikendalikan oleh keinginan itu. 

Kita menjadi khawatir, gelisah dan sebagainya.

Contoh, saat saya sedang lelah setelah bekerja dan butuh istirahat, saya tentunya menginginkan suasana yang tenang dan luang. Namun, saya dihadapkan pada situasi berbeda. Anak saya sangat aktif, berlari ke sana kemari, sulit untuk tidur, rewel, manja dan sebagainya. Saya ingin anak saya diam dan tidur.

Saat saya mengharapkan hal itu (ingin mengendalikan anak saya), justru saya semakin ‘menderita’, karena saya tidak bisa sepenuhnya mengendalikan anak saya. Anak saya memiliki tubuh dan pikirannya sendiri. Saya tidak bisa mengendalikannya.

Lalu apa yang harus saya lakukan?

Sekarang, di saat keinginan untuk mengendalikan itu muncul, saya menyadari beberapa hal penting untuk dilakukan,

Terimalah bahwa keinginan itu normal. Kita, manusia secara alamiah menginginkan untuk memegang kendali atas segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Cukup duduk, ambil nafas panjang dan perlahan serta perhatikan apa yang sedang berkecambuk dalam kepala dan perasaan anda.

Saya sadar, bahwa itu hanyalah sebuah keinginan. Saya bisa memilih antara merespons untuk mencoba memenuhinya atau melepaskannya secara perlahan-lahan.

Saya tidak akan pernah bisa mengendalikan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan saya. Kadang, hal buruk sekalipun bisa terjadi. Kita bisa sakit, bangkrut, menganggur, anak kita sakit, rewel, cuaca bisa tiba-tiba mendung, jalanan tiba-tiba bisa macet parah dan lain-lain.

Saya pikir, dengan menerimanya lalu melepaskannya secara perlahan, itu jauh lebih baik dibanding mencoba memenuhinya. 

Di sisi lain, kita harus lebih bijaksana untuk menentukan dan memilih mana hal-hal yang bisa kita kendalikan dan mana yang tidak.

Cuaca, kemacetan, orang lain, keadaan ekonomi, kebijakan pemerintah, atasan, teman kerja adalah hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Termasuk masa depan keponakan saya maupun perilaku anak saya.

Yang bisa saya kendalikan hanyalah perasaan saya, cara saya merespons dan perilaku saya. Saya tidak bisa memaksa keponakan saya untuk berusaha lebih keras dan sebagainya. Saya hanya bisa membuat saya melakukan lebih baik lagi untuk bisa membantunya.

Saat anda menerapkan pemahaman ini, percayalah, anda akan terbebas dan lebih bahagia.

Anda bisa menerapkannya dalam segala hal,

Anda takut untuk berbicara di depan umum? 
Khawatir akan masa depan anda? 
Anda takut ditolak untuk menyatakan cinta anda kepada gadis impian anda? 
Takut dan gelisah kontrak anda tidak diperpanjang?

Cobalah perhatikan saat perasaan itu datang, terima dengan terbuka, lalu lepaskan,

Semua akan baik-baik saja,

Percayalah,

Itulah yang saya lakukan terhadap anak saya. Ibunya sudah mulai 'bawel' dan menggerutu. Saya mencoba untuk menarik nafas panjang dan menggendong anak saya. Selama hampir lebih dari 20 menit saya mencoba memenuhi apa yang anak saya inginkan.

Berjalan ke ruangan tamu, mengambilkan remote ac, mengambil gelas air minum (walaupun tidak ia minum), mengambil boneka, menyalakan dan mematikan TV, menurunkan kasur..Kesabaran saya begitu habis. Namun saya bertahan..

Akhirnya, matanya mulai meredup, mulutnya mulai menguap, hingga sepenuhnya tertidur di pangkuan ibunya.

Saya telah berhasil, saya menang,

Terima, lepaskan...